Ada lagi pelajaran dari dakwah nabi ke Thaif. Di antaraya pelajaran dari masuk Islamnya ‘Addas, pelajaran dari malaikat penjaga gunung, dan pelajaran dari jin yang mendengarkan Al-Qur’an saat shalat malamnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: Pelajaran dari Dakwah ke Thaif #01
Pelajaran #07
Dalam kasus pertemuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan ‘Addas terdapat banyak pelajaran. Di antaranya:
- Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menganggap remeh seseorang dalam mendakwahkan misi Tuhannya. Karena dalam kisah ini, beliau mendakwahi seorang budak beragama Nashrani bernama ‘Addas. Beliau bersedia berdialog dengan ‘Addas sehingga ia memeluk Islam—seperti banyak disebutkan dalam kitab-kitab sirah—.
- Penyebab masuk Islamnya ‘Addas, atau permulaan dialog antara Nabi dengannya adalah ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca “bismillah” pada saat memulai makan. Karena memang seharusnya demikianlah, seorang muslim harus berdakwah dengan perbuatan dan ucapannya, dan hendaknya ia komitmen dengan adab dan etika islami dalam diri pribadinya maupun saat mengajar dan berdakwah kepada orang lain. Sadarlah setiap tingkah lakunya itu mempunyai pengaruh kepada orang lain, baik secara positif maupun negatif.
- Ketika ‘Addas mengenali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia segera bersungkur dan menciumi kepala, kedua tangan, dan kaki beliau, karena ia seorang budak Nashrani yang pernah membaca kitab sucinya sehingga ia mengetahui Rasul beserta kedudukannya yang mulia. Peristiwa ini merupakan pelajaran bagi kita, bagaimana seharusnya kita memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, memuliakan Rasul pada saat ini adalah dengan mengikuti sunnah beliau, mengamalkan dan mendakwahkannya serta tidak mempertentangkannya dengan berbagai versi pendapat dan logika manusia biasa.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Madarijus Salikin, “Pokok bersopan santun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan bersikap menerima secara total dan patuh kepada perintahnya, menerima berita yang datang darinya, dan membenarkannya tanpa adanya usaha untuk mengontraskannya dengan khayalan manusia lalu ia menamakannya dengan rasionalitas. Atau adanya dorongan keragu-raguan dan sangkaan kepada beliau, atau lebih mengedepankan pandangan dan khalayak pikiran tokoh-tokoh lain. Oleh karena itu, seorang muslim hendaknya bersikap monoloyalitas, dengan pasrah, menerima, dan patuh kepada hukum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana mentauhidkan Allah yang telah mengutus beliau; yakni dengan beribadah, tunduk, merendahkan diri di hadapan-Nya serta bertaubat dan bertawakkal kepada-Nya.”
Pelajaran #08
Dalam peristiwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kota Thaif, lalu beliau didatangi oleh malaikat Jibril ‘alaihis salam bersama dengan malaikat penjaga gunung, terdapat beberapa pelajaran, di antaranya:
- Kemuliaan yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengizinkan kepada malaikat penjaga gunung untuk menawarkan kepada Nabi. Seandainya beliau berkenan, malaikat akan mengubur penduduk Makkah dengan dua gunung yang ada di antara kota Makkah. Akan tetapi, beliau tidak berkenan untuk itu. Sungguh agung dan luhur kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Berdasarkan jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada malaikat penjaga gunung terlihat jelas tujuan yang hendak dicapai oleh beliau di dalam dakwahnya, yaitu untuk memberi petunjuk kepada manusia dan membebaskan mereka dari kegelapan kemusyrikan menuju kepada cahaya tauhid. Adapun persoalan balas dendam kepada orang-orang yang telah menzalimi dan menyakiti beliau, maka hal tersebut tidak ada dalam perhitungan beliau. Sebab seandainya, hal ini menjadi perhatian beliau, niscaya beliau cepat- cepat berharap agar mereka hancur, terutama ketika beliau ditawari oleh malaikat penjaga gunung untuk menghancurkan mereka atas izin Allah Ta’ala.
Baca juga: Beriman kepada Malaikat #05
Pelajaran #09
Dalam perjalanan pulang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau sangat bersedih. Akan tetapi, beliau segera mengadu kepada Allah dengan melakukan shalat malam (qiyamul lail) dengan membaca Al-Qur’an. Beliau melakukan shalat malam, sekalipun beliau dalam keadaan sebagai musafir. Beliau juga dalam keadaan penuh kepayahan yang sangat atas perlakuan orang-orang Thaif.
Baca juga: Kisah Jin Mendengar Al-Qur’an Lantas Berdakwah pada Kaumnya
Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya qiyamul lail agar tidak lupa melaksanakannya, karena Allah Ta’ala berfirman,
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)
Qiyamul lail akan memberikan kemuliaan bagi setiap mukmin, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sebuah hadits hasanyang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Jibril ‘alaihis salam mengatakan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا مُحَمَّدُ شَرَفُ المُؤْمِنِ قِيَامُ اللَّيْلِ
“Wahai Muhammad, kemuliaan seorang mukmin adalah dengan qiyamul lail.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak ‘ala Ash-Shahihain, 4:360. Adz-Dzahabi dalam At-Talkhis mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Qiyamul Lail, Shalat Tahajud, dan Shalat Malam
Qiyamul lail adalah ibadah yang ditunaikan di malam hari, walau hanya sesaat. Di dalamnya ada shalat, membaca Al-Qur’an, dan ibadah lainnya. Disebut qiyamul lail (menghidupkan malam) tidak mesti menghidupkan dengan mayoritas malam.
Baca juga: Membaca Al Quran dari Mushaf dalam Shalat Malam
Adapun shalat tahajud adalah shalat malam secara khusus. Ada yang menganggap tahajud adalah shalat malam secara mutlak sebagaimana anggapan kebanyakan ulama. Ada pula ulama yang menganggap tahajud adalah shalat malam yang dilakukan setelah bangun tidur. Lihat bahasan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 2:232.
Imam Al-Qurthubi misalnya ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,
وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا
“Dan pada sebahagian malam hari lakukanlah shalat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Rabb-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra’: 79). Yang dimaksud tahajjud di sini ada kaitannya dengan kata hajada yang berarti tidur malam.
Baca juga: Qiyamul Lail, Shalat Tahajud, dan Shalat Malam
Semoga Allah memberikan ilmu yang bermanfaat.
Referensi:
- Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah.Penerbit Kementrian Agama Kuwait.
- Fiqh As-Sirah.Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr.Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.
—
Diselesaikan di #darushsholihin, 15 Rajab 1440 H (22 Maret 2019)
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com